Warkop Udin Wati, nama yang unik dan menggelitik. Ya, itulah nama sebuah kedai kopi di Kota Cimahi yang berlokasi di wilayah Cigugur Tengah ini. Karena namanya yang antik inilah saya jadi penasaran ingin berkunjung kesana dan mencicipi seduhan kopinya.
* Terkadang nama Warkop Udin Wati ini penyebutannya sering disingkat menjadi “UWat” saja oleh para penggemarnya.

Logo Warkop Udin Wati (via Twitter @warkopudinwati)
Saking penasarannya, saya langsung mengiyakan ketika diajak oleh Kang Infan (pemilik warkop Cangkir Kopi) untuk mengunjungi Warkop Udin Wati ini untuk pertama kalinya. Meskipun sudah tahu tentang kedai kopi ini tapi Kang Infan pun ternyata belum sempat singgah ke sana. Kami ingin sekali mencicipi bagaimana sih kopi buatan Mamang Udin dan Ceu Wati ini. 😀
Berangkat ke Lokasi Warkop Udin Wati
Saya dan Kang Infan berangkat sekitar jam setengah delapan malam dari jalan Kolonel Masturi. Sampai di Jalan Jend. H. Amir Mahmud (Jalan Raya Cimahi / Jalan Raya Cibabat) kemudian masuk ke Jl. Abdul Halim (Cigugur) dan masuk terus agak lumayan jauh. Lokasinya tepat berada di sebelah SMP PGRI 5 Cimahi.
Bagi yang ingin berkunjung ngopi ke sini juga, alamat lengkap Warung Kopi Udin Wati ini adalah Jl. Abdul Halim No. 17 Kelurahan Cigugur Tengah – Kecamatan Cimahi Tengah, Kota Cimahi 40522. Selain bisa diakses lewat Jalan Raya Cimahi, lokasi ini sepertinya bisa juga dituju melalui Jalan Raya Leuwigajah / Jl. Mahar Martanegara yang kemudian masuk melalui Jl. Cigugur Tengah. Supaya ngga nyasar, panduan lokasinya di Google Maps bisa dilihat di bagian bawah artikel ini. 🙂
Suasana di Warung Kopi Udin Wati
Begitu sampai di lokasi sekitar jam 8, saya mendapati ternyata di situ sedang lumayan ramai pengunjung, terlihat beberapa motor terparkir di depan kedai kopi ini. Lokasinya ini memang berada di tengah pemukiman penduduk, jadi memang mudah sekali ditemukan karena jelas suasananya kontras dengan suasana sekitarnya yang cenderung sepi.

Suasana Warkop Udin Wati. - Foto/gambar oleh: riftom
Di meja depan tampak dua orang pria sedang berdiskusi sambil menyeruput kopi. Di meja satunya lagi terlihat dua orang wanita sedang duduk-duduk mengasuh anak, entah sambil ngopi atau tidak. Dan di ruangan sebelah terlihat beberapa anak SMA sedang ngobrol sambil menikmati kopi.
Terlihat juga dua orang pria sedang ngopi di meja ‘bar’ sambil berbincang dengan si akang sang barista yang sedang sibuk meracik kopi bersama tétéh di sebelahnya. Saya langsung menebak-nebak, pasti si akang barista inilah yang bernama Udin dan si tétéh di sebelahnya itulah yang namanya Wati. 😀

2 orang pengunjung sedang berbincang di depan meja ‘bar’ sambil menunggu pesanan kopinya. - Foto/gambar oleh: riftom
Dua orang pria yang duduk di meja depan tadi kemudian beranjak untuk membayar kopinya dan pulang, sehingga saya dan Kang Infan bisa mendapatkan tempat di meja depan. Saya memilih duduk di bangku bambu panjang (balé bambu) yang berada di sisi dinding teras.
Tidak lama kemudian, si tétéh -yang saya tebak bernama Wati itu- menyapa kami dengan ramah dan bertanya ingin memesan apa. Selain itu, dia juga bertanya apakah saya sudah biasa ngopi dan kontan saja saya menjawab tentu saja saya sudah biasa ngopi.
Awalnya saya bingung kenapa dia bertanya seperti itu. Bukannya yang datang ke warkop pasti sudah biasa ngopi? Ternyata maksud pertanyaan itu apakah saya sudah biasa minum kopi yang bukan kopi instan, karena banyak juga pengunjung yang datang ke situ terbiasa menkonsumsi kopi instan sehingga perlu diberi penjelasan. Barulah di situ saya mengerti maksud pertanyaan itu. 🙂
Kang Infan dan saya sempat berbincang ringan dengan pengunjung yang sedari tadi memperhatikan sang barista yang sedang mempersiapkan menu pesanannya. Di sini pengunjung memang bisa saling berbagi pengetahuan tentang kopi dengan sang barista di sela-sela kesibukannya mengolah kopi.
Proses brewing kopi yang bisa dilihat sendiri oleh pengunjung tentunya menjadi daya tarik tersendiri. Saya pun sempat memotret sang barista yang dengan lihainya ‘memainkan’ ROK Presso demi menghasilkan satu shot espresso yang oke.

Kang Faisal menyelesaikan shot espresso yang diproses menggunakan ROK Presso Classic. - Foto/gambar oleh: riftom
Suasana di sini terasa begitu nyaman dan santai. Seperti layaknya warung kopi, kita bisa berbincang dan bersosialisasi dengan siapa saja termasuk sang barista (yang saya baru tahu adalah salah satu pemilik kedai kopi ini). Untuk lokasi yang relatif jauh dari keramaian, keberadaan tempat ini menghidupkan suasana sekitar dengan kehangatan kopinya.
Satu lagi yang bikin tergelitik, yaitu pernak-pernik dari dimensi waktu yang sudah lama berlalu bisa kita lihat di sini. Teko loréng jadul, cangkir séng, plang iklan produk jaman dulu, dan benda-benda ‘kuno’ lainnya terpajang di sini dan bahkan beberapa masih digunakan. Juga tidak lupa jajanan dari beberapa dekade ke belakang yang nyempil dalam toples kaca klasik, seperti coklat Suzanna yang masih eksis aja sampai hari ini.
Cicip Kopi Udin Wati
Meskipun judulnya warkop, -tapi jangan salah- di Warkop Udin Wati ini tidak menyediakan kopi instan seperti warkop pada umumnya. Semua hidangan kopi disajikan fresh dengan manual brewing, tidak kalah dengan coffee shop di kota-kota besar. Varian menunya juga lumayan banyak, mulai dari single origin seperti kopi Gayo, Toraja, Java Lembang, dll sampai kopi blend yang diolah ala Italia seperti espresso dan cappuccino. Selain menu kopi juga tersedia olahan minuman lainnya seperti teh dan coklat hangat.
Seperti biasanya jika saya ke tempat ngopi yang baru dikunjungi, saya seringnya memesan espresso atau kopi hitam supaya bisa mencicipi rasa asli kopinya sebelum dicampur apapun. Nah, pada kunjungan perdana ini juga saya ingin mencicipi espresso-nya, meskipun sempat agak ragu memilih menu karena tidak lama sebelumnya saya sudah menenggak segelas kopi Sidikalang di rumah.

ROK Presso Classic, alat espresso manual andalan di Warkop Udin Wati. - Foto/gambar oleh: riftom
Sementara itu Kang Infan memilih menu yang berbeda, beliau memesan cappuccino. Mungkin dia ingin sedikit mengintip resepnya untuk diterapkan di warkop miliknya hihihi 😀 Setelah kami memesan pesanan masing-masing, kami pun mengobrol sambil menunggu pesanan tiba.

Kang Infan sudah tidak sabar menunggu cappuccino pesanannya. 😀 - Foto/gambar oleh: riftom
Pesanan saya tiba terlebih dahulu, secangkir espresso yang diolah manual menggunakan ROK Presso Classic. Tidak lama berselang, pesanan Kang Infan pun datang menyusul. Cappuccino pesanan Kang Infan disajikan bersama sebatang kue berwarna kecoklatan yang saya rasa sepertinya itu adalah kue jahe / gingerbread. Kami lalu menikmati kopi pesanan masing-masing sambil melanjutkan obrolan kami tadi.
- Espresso
- Cappuccino
Setelah saya cicipi espresso-nya di seruputan pertama, rasanya cukup oke buat saya. Cuma sayang, crema-nya terlalu tipis -tidak seperti harapan saya-. Kekayaan rasa yang dihasilkan espresso biasanya termuat dalam crema ini. Crema yang tipis ini bisa menjadi indikasi kurangnya kualitas espresso yang dihasilkan dari proses brewing kopi tersebut.

Sayang sekali, crema-nya tipis. 🙁 - Foto/gambar oleh: riftom
Tipisnya crema ini banyak kemungkinan penyebabnya, bisa dari jenis biji kopinya, alat yang digunakan, tamping, dll. Saya pun sering mengalami hal seperti ini ketika brewing espresso menggunakan MyPressi Twist (V2) yang saya miliki.
Biji kopi yang digunakan untuk espresso-nya ini lupa tidak saya tanyakan lebih lanjut, padahal saya berencana ingin membandingkan dengan coffee blend yang saya gunakan di rumah. Soalnya saya sering mengalami masalah crema yang tipis ini disebabkan jenis biji kopi yang kurang baik untuk diolah sebagai espresso.
Akan tetapi, terlepas dengan adanya ‘kekurangan’ dari espresso yang saya nikmati tersebut, yang terpenting saya merasa enjoy ngopi di sini. Selain senang bisa menambah pengetahuan tentang kopi, juga bisa menambah kenalan yang sama-sama penikmat kopi. Selain itu, kalau lagi kehabisan kopi di rumah saya bisa ke sini untuk mencoba beberapa kopi single origin yang belum pernah saya coba sebelumnya.
Lain halnya dengan cappuccino yang sedang dinikmati Kang Infan. Dari foam yang tampak di permukaan saja sudah kelihatan cakep banget, saya kira pasti rasanya mantap sekali. Dan benar saja, ketika saya tanyakan bagaimana pendapat Kang Infan tentang cappuccino yang sedang diseruputnya itu, Kang Infan hanya mengangguk-anggukan kepalanya sambil merem-melek. Hahahah… 😆 Kalau begitu berarti sudah tidak usah ditanya lagi, itu tandanya bahwa minuman yang sedang dinikmatinya enak banget. 😀

Cappuccino ditemani sebatang kue jahe. - Foto/gambar oleh: riftom
Selain cappuccino-nya yang nikmat, Kang Infan semakin senang karena diberi ‘bonus’ kelebihan espresso yang tersisa pada proses pembuatan cappuccino tersebut.

Espresso ‘bonus’. - Foto/gambar oleh: riftom
O iya, selain minuman, berbagai macam kue dan roti yang juga diolah sendiri oleh sang empunya warkop tersedia sebagai cemilan teman minum kopi. Sayangnya waktu itu saya tidak sempat mencoba pisang gorengnya yang masih hangat, karena terlalu asyik ngobrol membahas kopi. Padahal cemilan klasik yang manis, hangat, gurih serta menggugah selera seperti itu cocok sekali menemani udara dingin di malam itu.
Pemilik Warkop Udin Wati itu…
Masih ingat dengan ‘tebakan’ saya tentang nama si akang barista dan si teteh yang saya kira bernama Udin dan Wati ini? Ternyata tebakan saya ‘hampir’ benar. Kedua orang tersebut adalah pemilik Warkop Udin Wati ini, yaitu Faisal Nurdin dan Dian Irawati. Nama “Udin Wati” ini berasal dari gabungan nama belakang mereka yaitu Nurdin dan Wati. Dengan dibubuhkan sedikit unsur cuteness maka jadilah nama “Udin Wati” yang spektakuler ini. 😀

Teteh “Wati” (kiri) dan Akang “Udin” (kanan), sang owners. - Foto/gambar oleh: riftom
Kang Faisal dan Téh Wati ini sangat ramah dan dengan senang hati berdiskusi dengan kami tentang kopi dan alat-alat kopi. Saya dan Kang Infan pun sangat antusias karena menemukan teman diskusi yang memiliki passion yang sama.
Mereka memang sangat terbuka dan senang jika harus berbagi pengetahuan tentang kopi. Bahkan kepada pengunjung yang datang ke kedai mereka ini mereka tanpa lelah selalu memberikan edukasi, terutama bagi penikmat kopi yang masih pemula.
Dan setelah ngintipin sosmed-nya mereka, saya baru tahu kalau mereka juga sering bikin ‘kehebohan-kehebohan’ kecil dengan komunitas penggemar kopi. Seperti misalnya baru-baru ini, mereka membuat semacam kompetisi menyeduh kopi untuk para penggemar kopi yang suka brewing sendiri. Di sini juga rutin diadakan acara ngulik kopi dengan mengundang para pecinta kopi untuk cicip-cicip kopi ulikan mereka.
Warkop Udin Wati ini sebenarnya buka dari jam 3 sore sampai jam 10 malam. Tapi ketika hari itu kami berkunjung, Kang Faisal dan Téh Wati tidak berkeberatan untuk lanjut mengobrol sampai tengah malam meskipun kedai tersebut sudah tutup dari jam 10. Barulah setelah jam menunjukkan hampir jam 12 malam, kami pun pulang karena sudah semakin larut malam dan sepi.
Dan belakangan saya baru tahu, ternyata di seberang lokasi kedai kopi ini adalah sebuah kompleks pemakaman. Jadi selain berada di tengah pemukiman penduduk, ternyata Warkop Udin Wati ini berada tidak jauh dari pemukiman “mantan” penduduk. 😀 Pantas saja suasananya di sekitarnya terasa sunyi apalagi di malam hari ketika kami hendak pulang. 😀
Warkop Udin Wati itu…
Berbagi ilmu tentang kopi dan peralatannya antar pengunjung dan juga sang barista menjadikan kegiatan ngopi menjadi lebih berarti. Kegiatan-kegiatan komunitas penikmat kopi di sini juga menjadi daya tarik tersendiri. Ajang saling belajar mengenal kopi dan segala riuh rendahnya.
Lokasi tempat ngopi yang menyatu dengan masyarakat sekitar dan edukasi tentang kopi yang digiatkan pemiliknya menurut saya keren banget. Apalagi mengenalkan kopi dari berbagai daerah di Indonesia kepada masyarakat setempat sehingga masyarakat yang awam kopi tidak hanya mengenal kopi sebatas kopi instan saja, itu hebat.
Meskipun saya tidak terlalu sering nongkrong di kedai kopi / coffee shop / café (karena suka mengolah kopi sendiri di rumah), tapi bagi saya Warkop Udin Wati ini adalah salah satu tempat ngopi yang ideal. Suasana kesederhanaan memberikan kenyamanan yang natural, berpadu dengan suasana sekitar yang jauh dari polusi dan bising kendaraan.
Saya suka di sini karena datang ke sini karena benar-benar untuk ngopi dan bersosialisasi. Masalah terlihat “gaya” atau “gaul” bukan tujuan saya. Bagi saya pribadi, yang terpenting adalah kopi yang nikmat dan suasana yang nyaman. Bukan hanya sekedar nongkrong atau ngopi gaya-gayaan demi hype sesaat. 😛
Bagi yang ingin mencoba menikmati kopi dan seru-seruan di Warkop Udin Wati ini, silakan langsung aja tengok mereka di:
Warung Kopi Udin Wati
Warung Kopi, Kue & Roti
Buka pukul 15.00 – 22.00 WIB
Alamat:
Jl. Abdul Halim No. 17 (sebelah SMP PGRI 5 Cimahi)
Kelurahan Cigugur Tengah
Kecamatan Cimahi Tengah
Kota Cimahi
Kode Pos 40522
Atau bisa cari aja di media sosial mereka, ada kok.. 😀
Tautan:
- Warung Kopi Udin Wati, Kedai Kecil Wadah Komunitas – Kopidewa.com
- Minum Kopi Jangan Sambil Berlari, Kata Warkop Udin Wati – Bandungdiary.id
- Warkop Udin Wati, Mendunia Meski Bersahaja – Rindagusvita.web.id
- Udin Wati – Widodocimahi.wordpress.com
- Warkop Udin Wati – Foursquare.com
- WARUNG KOPI UDIN WATI – Kotacimahi.com